Hindari membanding-bandingkan anak

Guna memotivasi anaknya untuk meningkatkan prestasi seorang anak di sekolah. Orangtua menggunakan berbagai cara untuk memotivasi anaknya. Salah satunya dengan cara membandingkan.

Harapan dari orangtua menggunakan cara membandingkan ini adalah agar anak termovitasi dan tergerak untuk menyamai atau melebihi orang yang diceritakan oleh orangtuanya.

Sebagai contoh ada seorang anak yang bernama Budi. Kebetulan Budi duduk dibangku SMP. Entah mengapa beberapa semester ke belakang nilai rapotnya selalu jelek. Orangtuanya ketika datang untuk menerima rapot selalu kecewa dengan hasil rapot anaknya. Alhasil orangtuanya Budi memiliki ide untuk memotivasi anaknya.

Kebetulan Abud temennya Budi, dia ranking satu di sekolahnya. Orangtuanya selalu berkata:”Budi belajar yang giat ya, biar seperti Abud tuh juara. Masa nilai kamu kalah si sama dia. Kan sama-sama makan Nasi.” Kerap kali ketika Budi sedang belajar atau mau ujian orangtuanya mengatakan hal yang mirip dengan ucapan yang di atas. Akan tetapi bukannya semangat Budi malah berpikir: “Gue ini anaknya siapa si kok si Abudi terus yang diomongin.”

Nah loh bukannya semangat, si Budi malah patah arang karena sering dibandingkan dengan temannya yang juara 1 di kelas tersebut. Ternyata cara ini kurang tepat, niat orangtua memotivasi anaknya malah jadi ga pede. Seharusnya apa yang orangtua lakukan? Apakah salah tindakan tersebut? Sebetulnya hanya kurang tepat saja.

Seandainya orangtua membandingkan dengan sosok atau figure sukses menurut Budi itu akan jauh lebih mengena. Dibandingkan sosok orang yang dia kenal dan dalam kompetisi yang sama. Sebagai contoh misalnya orangtua dengan berkata kepada Budi: “Ayo Budi semangat belajar, klo masa depan kamu mau dipenuhi dengan kesuksesan kamu harus lebih giat lagi belajarnya?” atay misalnya Budi mengagumi sosok pribadi sukses tertentu.

Orangtuanya bisa berkata: “Eh Pak Karmin pengusaha sukses tetangga kita yang kamu kagumi itu dulunya orang susah loh. Karena beliau rajin belajar akhirnya hidupnya bisa berubah. Kan namanya rezeki itu sesuai dengan kapasitas diri kita. Klo kamu Budi pengen bisa nampung hujan rezeki, tetapi kapasitas diri kamu hanya sebesar gelas. Maka hanya sebesar gelas itulah yang kamu dapat. Kalo diri kamu sebesar ember kapasitasnya, maka hanya sebesar ember yang kamu dapat. Jadilah lautan yang luas agar kamu bisa menampung banyak hujan rezeki. Maka dari itu Budi harus lebih giat belajar lagi. Setuju?

Kesimpulannya adalah orangtua boleh menggunakan perbandingan ini dengan takaran yang cukup dan tidak berlebihan, Jika ingin membandingkan dengan orang lain. Pilihlah sosok yang bisa ditauladani oleh anak. Atau bisa juga figur gambaran orang sukses menurut anak seperti apa lalu dikaitkan dengan masalah belajar. Semoga tips ini bisa bermanfaat. 🙂

About The Author

Gabung Bersama +30.000 Pembaca Kami!

Daftarkan email anda untuk mendapatkan artikel terbaru dari Situstarget.com.

Proses pendaftaran hampir selesai, mohon cek email Anda dan Klik tombol konfirmasi.

Pin It on Pinterest

Share This